Senin, Oktober 01, 2012

26 DESEMBER 2004 (NYATA)



26 DESEMBER 2004
Aku anak kedua dari empat orang bersaudara . aku tinggal di pusat kota nanggroe aceh darussalam , tepatnya di kota Banda aceh . salah satu kota yang paling luas yang ada di daerah Aceh . dulunya aku tinggal di Lhokseumawe, tempat asalku , kota yang terindah dimana ibuku mengandung dan melahirkanku. Aku menghabiskan masa kecilku yang sangat menyenangkan di sana . aku mendapat banyak teman yang sangat baik terhadapku. Sampai pada suatu saat ketika ayahku di pindah tugaskan ke kota banda aceh . saat aku akan memulai pendidikanku di taman kanak-kanak .
Aku di senangi oleh semua guru dan teman-temanku . Tak ada seorang musuhku yang aku miliki selama bersekolah di sana . dan aku juga termasuk siswa yang berprestasi . Selama masa sdku di sana tak pernah ada duka yang ku alami . melainkan hanya kesenangan, kesenangan, dan kesenangan semata. Tak pernah terfikirkan oleh aku dan keluargaku akan terjadi musibah yang sangat dahsyat di kota banda aceh ini . ya , TSUNAMI . tepatnya tanggal 26 desember 2004 terjadi bencana besar yang meninggalkan luka dan trauma yang sangat dalam . bukan hanya warga aceh dan indonesia saja yang ikut berduka . DUNIA juga ikut merasakan kepedihan itu .
Di minggu pagi yang cerah itu ,aku dan keluargaku menikmati akhir pekan di rumah  . Kami menonton televisi bersama . Tanpa di sangka-sangka , tiba-tiba gempa mengguncang seluruh Aceh dan sekitarnya . Aku dan keluargaku sangat panik pada saat itu . Kami semua lari ke beranda rumah untuk meyelamatkan diri jika bangunan rumah kami runtuh sambil berdo’a, Begitu pula warga di sekitar . Setelah gempa selesai kami kembali ke rumah dan tidak memikirkan akan terjadi bencana yang lebih besar lagi dan  berfikiran bahwa semua ini telah berakhir. Semua bernafas lega . Ayahku yang panik ingin melihat kondisi kantornya yang lumayan jauh dari rumah kami . Adikku berfirasat buruk akan kejadian ini dan melarang ayahku untuk pergi meninggalkan rumah .
Beberapa saat kemudian dari kejauhan seorang warga berlari dari arah barat menuju utara ,seperti layaknya burung gagak yang hendak menyampaikan kabar buruk . Dan berteriak bahwa “ Air laut naik .! “ .Semula Semua warga sekitar tidak percaya apa yang di katakana dan mengabaikannya , karena pantai sangat jauh dari pemukiman kami . Tidak lama setelah itu pesan serupa juga dikatakan oleh warga yang lainnya . Kami semua mulai panik dan percaya .
Semua masyarakat lari berbondong-bondong ke arah sekolah terdekat di pemukiman kami  . Mereka lari meninggalkan rumah yang mereka tempati serta membawa semua anggota keluarga mereka tanpa memikirkan harta benda yang mereka miliki.
Saat itu aku dan keluargaku sangat khawatir dan tanpa berfikir panjang kami pun ikut berlari mengikuti warga sekitar.  di jalan yang begitu sempit kami semua lari dengan paniknya berharap menuju keselamatan. Aku melihat, mereka semua lari tanpa memikirkan apa yang ada di sekitar mereka,hanya memikirkan keselamatannya dan keluarganya  sendiri. Di sini, terlihat semua sifat asli yang dimiliki manusia . Ketika mereka melihat orang tua yang terjatuh,terinjak-injak, serta berteriak meminta tolong tak ada seorang pun yang memperdulikan. Mereka hanya terus berlari menyelamatkan diri .Dan akhir nya kami sampai di sekolah terdekat tersebut. Aku berfikir air tak kan sampai ke tempat kami, aku berfikir air akan berhenti dan kembali ke tempat asalnya yang jauh dari tempat ku sekarang berinjak. Semua harapan sirna.Air tersebut mendekat kearah kami . Air itu hitam , bercampur sampah, dan sangat kencang berlari ke hadapan kami. Bagiku, itu terlihat seprti Monster yang sangat kuat dan menyeramkan berlari hanya mengejar ku saja, dan ingin menyerangku.
 Aku mulai memikirkan semua dosa-dosaku di dunia dan berfikir belum siap untuk meninggalkan dunia ini. Kami sekeluarga sudah putus asa. Saat masyarakat masih berlarian, kami hanya berdiri di hadapan salah satu dinding di sekolah itu. Kami sadar, bahwa tiada tempat yang aman untuk menyelamatkan diri dari bencana Allah swt selain berdoa kepada-Nya. Puji syukur kepada Allah tak henti-hentinya keluar dari mulut kedua orang tua ku. Itu pertama kalinya aku melihat mereka begitu takut. Saat itu, Adik bungsuku masih berumur 8 tahun . ia di gendong oleh ibuku.Pada saat kejadian itu, tak setetes pun air mata keluar dari matanya.
Akhirnya monster itu datang menghantam kami, Dadaku terasa terhantam oleh badai yang kuat.monster itu pun mulai menenggelamkan kami . Warnanya yang hitam pekat, bau, dan di penuhi dengan sampah.Memutar badanku , serta di remukkan oleh nya. Aku berfikir sang pencipta menetapkan umur ku hanya sampai di sini. Aku hanya pasrah dengan apa yang akan terjadi.Kami sekeluarga tetap saling berpegangan erat. Semua berfikiran sama dengan ku. Semua memperlihatkan wajah putus asa nya dan tak berbuat apa-apa lagi. Aku terus berdo’a agar di berikan kesempatan sekali lagi untuk hidup di dunia ini.Semakin lama monster itu semakin menenggelamkan kami. Ternyata Sang Pencipta punya rencana lain terhadap kami. Mukjizat, kami Hanyut berbelok ke salah satu ruangan di sekolah itu, yaitu Perpustakaan sekolah .Ayahku terus saja bergumam, “Allahu akbar…Allahu akbar”. Kami terus berpegangan. Saat kami masih berpegangan erat, aku yang selalu bernasib sial terlepas dari genggamaan ayah . Aku hampir terbawa oleh arus yang sangat kuat tersebut. Aku berfikir bahwa aku tak akan selamat . Tetapi tidak  , dengan sigapnya ayahku menarik tanganku kembali , aku pun kembali ke genggaman ayahku .
 Aku dan keluargaku naik ke rak buku yang agak tinggi di perpustakaan.Kami semua di penuhi luka. Untungnya adik-adikku tidak mengalami luka yang cukup parah. Lalu, ayahku berusaha untuk membuka plafon perpustakaan , Agar kami bisa naik ke tempat yang lebih tinggi lagi .Diatas sana , kami hanya menunggu air surut dengan beberapa warga yang selamat. Setelah 5 jam kami menunggu , akhirnya air pun telah surut . Tetapi, kami masih belum mempunyai keberanian untuk turun. Di atas , kami merasakan kelaparan dan kehausan , serta rasa ketakutan tak kunjung hilang.Gempa susulan terjadi berulang-ulang kali . Kami tetap mencoba untuk menenangkan diri .
Akhirnya ayahku memutuskan untuk turun , kami semua selamat dari kejadian yang sangat dahsyat itu.  Aku dan keluargaku tak henti-hentinya mengucapkan “Alhamdulillah “ . Seraya bersyukur kepada Allah swt karena kami masih di berikan kesempatan untuk hidup di dunia ini.

26 Desember 2004


Ketika aku keluar dari sekolah itu , tak ada lagi pemandangan indah yang kulihat seperti biasa . Tak ada lagi burung-burung yang berkicau , tak ada lagi tempat untuk kami bermain seperti hari kemarin. Yang terlihat hanyalah puing-puing bangunan dan mayat-mayat yang berserakkan dan bersangkutan dimana-mana . saat itu berniat kembali ke rumahku . memang aku tidak berharap banyak. Ketika sampai, aku hanya melihat sebuah kamar mandinya saja yang masih tersisa , sedangkan ruangan yang lainnya telah rata . Terlihat di belakangnya terdapat kapal yang sangat besar yang seharusnya berlayar di lautan lepas kini sudah ada di daratan, aku tidak dapat membayangkan bagaimana ini semua bisa terjadi .
Akhirnya kami memutuskan untuk mencari tempat pengungsian sementara. Ayahku mengajak kami mengungsi di taman budaya . Disana , banyak juga warga yg ikut mengungsi karena kehilangan tempat tinggal mereka, wajah mereka terlihat sangat menyedihkan. tangisan, kemarahan,penyesalan semua di keluarkan,padahal sudah tidak ada gunanya lagi. Tapi aku tak pantas berfikiran seperti itu, karena kini di sini kami semua sama . kami adalah KORBAN.
Di saat seperti ini pun, tak terfikirkan olehku, masih saja ada orang yang mencari keuntungan dari semua ini. Kelompok itu ada 2 orang laki-laki yang berumur sekitar 30 tahun. Mula-mula mereka menyebarkan isu bahwa air telah naik lagi,ketika orang semua keluar, mereka mengambil semua dompet yang di tinggalkan. Sungguh keji perbuatan mereka. Apa mereka sadar apa yang sedang mereka alami sekarang? Aku harap mereka sadar.
Di taman budaya kami hanya menginap hanya semalam karena di sana kami merasa tidak nyaman, akhirnya kami pun pindah ke pengungsian yang lebih tnggi di daerah perbukitan, tempat nya tidak jauh dari sini, hanya 20 KM. Kami menempuhnya dengan berjalan kaki dan membawa sedikit bekal yang entah dari mana datangnya.
Di sini gempa lebih sering kami rasakan, dalam semalam entah sudah berapa kali aku terbangun,untungnya adik-adikku tetap tertidur lelap.isu-isu tentang tsunami pun masih sering terdengar. Ketakutan masih saja terus menyelimutiku,begitu pula dengan adik-adikku . tetapi ibuku menyuruh kami untuk hanya berdo’a dan menyerahkan semua kepada Alah swt. Hatiku  sedikit senang. Hari-hari tanpa listrik, kekurangan air sangat tidak biasa bagiku. Indomie pun sudah menjadi bagian dari hidup kami di sana.
Ayah ku sudah beberapa kali pergi ke kantor pusat informasi untuk menghubungi saudara-saudara ku yang berada di lhokseumawe, tetapi hasilnya nihil. Saat itu jaringan komunikasi masih belum tersambung.
Setelah beberapa hari, kami pindah lagi ke pengungsian lain, di tempat kawan ayahku. Dari sini memang agak jauh sih, sekitar 50 KM.kami mulai menempuh perjalanan saat matahari terbit dengan berjalan kaki . Melewati embah, sawah-sawah. Kini, aku mengerti bagaimana rasanya orang-orang yang tak punya tempat tinggal mencari makan, seperti kami saat ini lah.
Akhirnya, kami sampai di tempat tujuan saat menjelang petang. Di sini aku merasa sediikit nyaman karena sudah ada listrik dan tidak kekurangan air lagi. Tetapi, indomie masih menjadi bagian dari hidup kami. Tak apa lah, yang penting kami semua mengisi perut kami yang sudah mulai memanggil. Di sini pun aku bertemu dengan saudaraku yang juga tnggal di Banda aceh. Ia adalah abang tertua dari ibuku.Dia juga sama seperti kami. Tapi , mereka yang semula ada 7 orang, kini tinggal ia sebatang kara. Aku sangat sedih mendengar bahwa saudara-saudaraku telah tiada. Tapi semangatnya untuk hidup tak pernah hilang, Aku kagum . Ia bercerita pada saat air datang ia sedang bekerja dan berlari menuju mesjid baiturrahman sampai akhirnya ia selamat. Air mata mulai membasahi pipi ibuku ketika mendengar cerita itu.
Ahamdulillah, akhirnya jaringan komunikasi telah pulih, ayahku segera menghubungi saudaraku dan mengatakan posisi kami . Saat beberapa hari, kakak dari ibuku datang menjemput kami dengan mobil L300. Kami sangat bersyukur. Kami pun langsung berangkat ke Lhokseumawe, ke kediaman nenekku.
Di lhokseumawe kami tinggal di rumah nenek, ibunya ibu. Kami di sana selama ± 1 tahun sampai ayahku di pindah tugaskan ke lhokseumawe dan kami pun menyewa rumah. Di sini aku juga mendapatkan banyak teman, walau tidak semuanya baik. Tapi aku tetap bahagia dan bersyukur. Aku melanjutkan pendidikanku yang sempat terhenti dan bersekolah d SDN 3 Lhokseumawe, Lalu ke SMPN 1 Lhokseumawe. Di SMP aku mendapatkan banyak teman , dan  juga seseorang yang berharga J.  Dan sekarang aku Bersekolah di SMA N 1 Lhokseumawe.
Saat aku duduk di bangku SMA, ibu lah yang pertama kali meninggalkan kami semua. Beliau memang sudah lama terserang penyakit kanker. Aku merasa sangat sedih, karena ia adalah orang yang paling mengerti aku. Tetapi, aku pun tidak bisa terpuruk terlalu lama. Aku berfikir bahwa Tuhan tidak mengizinkan ibuku melihat betapa kejamnya hari kiamat.
Aku tetap bersyukur masih di beri nyawa oleh sang pencipta. Dan masih banyak orang yang sayang kepada ku. Semoga iini akan terus berlanjut ya Allah. Amin ya Rabbal A’lamin .

                                                                                                         By: -M.REZA PRASETYO-

2 komentar: