Kamis, September 20, 2012

Kumpulan Cerpen Ifa (Cinta Datang Tanpa Terduga)


CINTA DATANG TANPA TERDUGA
(Oleh : Nurhanifa)

Satu langkah, dua langkah aku mulai menelusuri setapak demi setapak memasuki Gerbang sekolah baruku. Terlihat kosong tanpa siswa yang berkeliaran di halaman sekolah karena baru memasuki jam pertama. Yang ada hanya kicauan burung di atas pohon mangga di samping kantor kepala sekolah kami, ditemani hembusan angin yang memecahkan kesunyian pagi. Udara segar membuatku siap melewati hari pertama di sekolah baru itu. Dan seorang guru yang kemarin kutemui waktu mendaftar, menuntunku menuju ruangan kelas yang telah disediakan.
“Brrakk...”. Aku tertabrak seorang siswa laki-laki yang penuh dengan lembaran kertas di tangannya yang kemudian berhamburan jatuh.
“Maaf, maaf ya. Aku sama sekali gak sengaja buat ngejatuhin semua berkas-berkas kamu. Biar aku bantu ya!. Aku pun segera memungut lembaran-lembaran kertas itu diliputi rasa tidak enak karena meyebabkan berkas-berkas miliknya jatuh semua, demikian pula dengannya yang langsung mengutip lembaran-lembaran tersebut. Tanpa sadar, tanganku dan tangannya tak sengaja saling terpegang saat sibuk mengambil satu kertas terakhir yang masih berada di lantai. Tiba-tiba kami berhenti sejenak dan saling menatap mata dengan tajam. Selang dua detik, kedua tangan kami terlepas. Gerak-gerikku pun berubah menjadi salah tingkah. Tapi entah mengapa, ada hal berbeda yang kurasakan saat kejadian itu. Aku seperti pernah membayangkan sosok raut wajah seperti dirinya dalam mimpiku. Jantungku mulai berdebar kencang dan timbul perasaan yang tidak aku mengerti. Apakah ini yang namanya cinta pada pandangan pertama?
Sejenak aku melupakan itu semua setelah semua berkas-berkas tadi terkumpul dan dia pergi berlalu begitu saja tanpa eksprei, respon dan sepatah katapun tak terucap dari mulutnya yang sangat membuatku heran. Tapi bayangan wajahnya masih saja terlintas di benakku. Tanpa fikir  panjang, aku langsung melanjutkan perjalan menuju ruangan kelas. Tapi satu hal yang membuatku paling penasaran yaitu namanya, bahkan aku belum sempat berkenalan dengannya. “Oh Tuhan, kenapa aku gak sempat tau namanya ya tadi!!? pccctt”.
Sesampainya di kelas, aku memperkenalkan diri kepada teman-teman baruku dan mulai menyesuaikan diri dengan mereka. Dan aku rasa, aku betah disana dan merasa nyaman di kelas itu.
*     *     *
            Hari demi hari dan bulan demi bulan terlewati begitu saja dengan perkembangan prestasiku yang lumayan bagus di sekolah itu. Aku pun aktif mengikuti segala macam bentuk kegiatan dan sempat meraih beberapa penghargaan dan piala atas kejuaraan Olimpiade dan kompetisi lainnya yang aku ikuti. Semua hal itu membuatku lebih bersemangat dan teman-teman yang akrab denganku juga semakin banyak. Tapi aku bingung dengan satu orang, yaitu Reza, begitu namanya yang ku ketahui dari salah satu teman sekelasku, ia yang tempo lalu pernah tertabrak denganku masih saja seperti waktu pertama aku mengetahui sifatnya yang pendiam seolah sombong itu. Padahal aku telah mengenal seluruh teman sekelasnya yang kebetulan bersebelahan dengan kelasku, kecuali hanya dia yang sampai sekarang tak muncul keberanian pada diriku untuk mengucapakan salam perkenalan semata.
“Kara, temenin aku yuk ke kelas sebelah? Aku ada perlu ama temen aku di kelas itu.” Fira, sahabat pertama yang kutemukan di sekolah itu menggandeng tanganku dan meminta menemaninya ke kelas sebelah, kebetulan sedang jam istirahat, aku juga ingin melepas kepenatan di dalam kelas, apalagi aku tahu di kelas sebelah pasti aku bisa melihat wajah Reza si pangeran cuek itu. Lantas, aku tersenyum semangat dan langsung bangkit dari kursiku menuju kelas XI IPA-2 bersama Fira.
“Haaiii Kara... mari duduk bareng kami! Aku terkejut ketika masuk ke dalam  kelas itu dan dengan serentak semua teman-teman menyapa dan memperlakukanku dengan ramah bagaikan seorang artis yang baru masuk ke wilayah mereka. Padahal aku tidak begitu hafal nama mereka semua. Tapi yang membuatku paling bingung adalah Reza yang terdiam sendiri di pojok kelas, sepertinya sedang sibuk menulis. Hanya dia seorang yang tidak ramah seperti teman lainnya. Padahal aku sangat berharap bahwa ia juga ikut menyapaku tadinya, ternyata tidak. “Tapi gak apa-apa lah, aku uda seneng kok walau cuma bisa ngeliat wajahnya aja.”, fikirku dalam hati. Sementara Fira sibuk dengan temannya yang ingin ditemuinya tadi.
“Ciieeeh... malu-malu kucing”  Mereka menyoraki ke arah Reza yang pada saat itu entah mengapa keluar dari kelasnya secara tiba-tiba. Aku tidak mengerti akan sifatnya yang aneh itu.
“Kenapa ya si Reza? Kok tiba-tiba keluar gitu? Apa dia gak suka ya kalo aku dan Fira mampir ke kelasnya? Kenapa coba? Tapi tunggu, trus temen-temen kok pada bilang malu-malu kucing? Apa maksudnya itu?” Beribu pertanyaan muncul di otakku atas tindakan Reza yang misterius dan membuatku sama sekali tak bisa menebak jawabannya. Lantas, kami kembali lagi ke kelas dan teman-teman juga melambaikan tangan kepadaku. “ Daaa Kara...”aku pun tersenyum sebagai tanda balasan sapaan mereka.
*     *     *
Diam, sunyi, sepi dan sendiri hanya bersama diariku aku duduk di samping pot bunga mawar yang berjejer di depan kelas. Entah apa yang terbayang di benakku saat itu. Perasaan gundah selalu menghantui. Dan apapun itu, yang pasti aku selalu terfikir tentang Reza. Aku mencoba membuka fikiran, namun hatiku berkata sepertinya aku benar-benar jatuh cinta pada Reza. “Aah,,, tapi apa iya aku benar-benar menyukainya? Kalau aku fikir pakai logika, gak ada tuh yang hal-hal wow yang pernah kita lewatin, ? Say Hello aja sama sekali gak pernah, dan dia pun sepertinya gak pernah melihat hadirnya aku selama ini.” Fikirku dalam hati.
“Eh, anak baru. Apa benar kamu itu yang namanya Kara?” Tiba-tiba seorang siswi perempuan menghampiriku sambil menyapa dengan nada tak sedap. Aku tak mengerti apa maksudnya ia bertanya sedemikian, seolah aku memiliki kesalahan besar terhadapnya. Aku seperti terbodoh kaku dihadapan perempuan itu sebab selama ini aku merasa belum pernah punya masalah dengan teman lain di sekolah baru ini.
“Iyaa benar, maaf ada apa ya mencari saya?” Aku bertanya balik kepadanya dengan nada sedikit tersinggung atas sapaannya tadi yang kurang sopan itu.
“Oh, jadi benar ya kamu itu yang dipuja-puja ama dia selama ini. Aku tau lah kalo kamu itu emang terkenal di sekolah ini sebagai anak pinter dan cantik, tapi gak berarti dia harus pilih kamu kan dari pada aku?! Hukks,, huks,, huks,,!! Benci,, benci,, benci. Ahh!” Dia pergi begitu saja setelah sebelumnya sempat marah tak karuan kepadaku sambil menangis.
Hei tunggu... maksudnya apaan?!! Kok malah kabur gak jelas gitu?! Dasar cewek aneh. Jidatku berkerut, aku benar-benar bingung dengan pernyataanya tadi.“Apa salah aku coba? ‘Dia harus pilih kamu daripada aku?’ Apa sih itu maksudnya?! Emangnya siapa yang milih siapa ya?” Aku bergumam dalam hati sambil bertanya-tanya dan mencoba mencari dimana titik kesalahanku.
Kar, kenapa bengong sendirian? Ke kantin yuk”, tiba-tiba Fira datang mengejutkan sambil menepuk pundakku seakan menyadarkanku dari hal aneh yang barusan terjadi.
“Oh, Fira. Yaya  bentar lagi ya, aku lagi males jajan ni. Pengen duduk di sini aja”.
“Lho, kenapa kamu ini Kar ? Lagi ada masalah ya?! Coba dong cerita sama aku, mana tau aku bisa bantuin kamu. Ayo sekarang bilang, kamu kenapa kok pucat banget hari ini?” Fira mencoba menenangkan sekaligus ingin mengetahui apa yang sedang ku fikirkan dari tadi.
Enggak ada kok Fir, aku cuma bingung aja soalnya tadi sempat ada seorang cewek, nyamperin aku, trus tiba-tiba dia marah-marah gak jelas, malah nangis ujung-ujungnya. Aku gak tau kenapa. Aku diam aja karena aku juga gak kenal sama dia. Dia marah-marah seakan-akan aku ngerebut pacarnya gitu. Aku bener-bener gak ngerti maksud dia itu apa.”
Ha? Kok bisa gitu, Kar? Aneh banget ya! Oh iya, kamu bisa sebutin gak ciri-ciri orangnya gimana?”Fira sangat penasaran dengan ceritaku, dan ia menanyakan ciri-ciri perempuan itu, sepertinya ia mengenalnya.
                “Orangnya hitam manis, tinggi, hidungnya mancung mirip keturunan Arab gitu Fir, trus pake kacamata. Emang kamu kenal?” jelasku.
                “Jangan-jangan maksud kamu Zuhra ya ? Aku kenal banget malah, dia itu sahabat aku juga, dulu selokal waktu kita kelas satu.” Aku menatap Fira dengan pandangan serius penuh rasa ingin tahu, dan mencoba mendengarkan penjelasannnya dengan baik. “Zuhra itu pacarnya Reza yang di kelas sebelah, Kar. Kamu kenal kan?”
                “Hah? Pacarnya Reza?” Mata dan mulutku terbuka lebar secara bersamaan  karena terkejut bahwa ternyata selama ini Reza telah memiliki kekasih. Aku terdiam dan tak mampu berkata apa-apa.
                “Hallooo, kamu baik-baik aja kan? Kok segitunya banget ekspresinya? Kenapa, Kar? Haaaaa... Aku tau. Pasti kamu suka ya sama Reza? Ayo ngaku...”. Aku belum sempat menjawab apa-apa karena masih shock, lalu Fira menyambung perkataanya, “Yaaa, aku sih yakin kalo kamu suka sama dia. Secara, Reza itu orangnya ganteng lho! hahaha, trus dia itu juga pemain basket terkenal di sekolahan. Sekilas sih sifatnya sombong karena gak mau banyak bicara dengan orang lain. Tapi sebenarnya kalo kita dekat sama dia, dia itu sifatnya baik juga kok, asik lagi. Tapi jangan salah, kemisteriusannya itu membuat banyak cewek naksir sama dia. Termasuk kamu kan?” Aku pun tersentak dan melepas senyum yang sempat tak berani ku tampakkan di depan sahabatku itu karena malu. Ternyata aku sudah tertangkap basah dan tak berani menutupi lagi kalau selama ini aku memang menyukai Reza.
                “Sebenarnya aku memang suka sama dia Fir, sejak  pertama aku lihat dia, aku ngerasain hal yang beda, aku fikir aku suka sama dia. Tapi setelah kamu bilang kalo Reza udah punya pacar, aku jadi kecewa berat.” Wajahku segera berubah menjadi murung, aku hanya bisa menatap ke bunga mawar yang layu di sampingku, seolah menjadi contoh kelayuan hatiku pada saat itu dan tak ingin melanjutkan lagi ceritaku kepada Fira.
“Eh, tapi kamu jangan salah dulu Kar, dia uda putus sama Zuhra lho. Aku sih gak tau kenapa sebabnya, yang pasti Zuhra itu memang benar-benar cinta mati sama Reza, tapi aku rasa cintanya Reza buat Zuhra gak sebesar itu deh.”
                “Yang bener kamu, Fir?” Aku mulai bisa tersenyum.
“Iya Lho Kara, jadi kamu masih punya kesempatan tuh kayaknya. Hahaha”. Fira berusaha meyakinkan dan menghiburku dari rasa kecewa tadi. Kemudian ia meneruskan lagi, “Tapi tunggu, jadi maksud kata-kata Zuhra barusan apa ya? Atau jangan-jangan mereka putus gara-gara kamu mungkin, Kar.”
“Ah, gak mungkin banget lah Fira, ngaco kamu nih, sejak kapan aku pernah ganggu hubungan orang. Kenal aja enggak sama si Reza itu. Masa tiba-tiba aku jadi penyebab mereka putus. Gak mungkin kan?” Tadinya aku juga sempat berfikir sama seperti yang di ucapkan oleh Fira tadi, tapi kurasa itu hal mustahil. Dari sisi mana aku yang menyebabkan mereka putus hubungan?! Aku merasa tak habis fikir dan aneh sekali kedengarannya.
“Iya juga sih. Kenapa ya si Zuhra itu? Hmm,, mungkin aja dia salah orang, Kar.”
“Aku rasa juga gitu,Fir. Ya udah deh, jajan yuk ke kantin”
“Yukk!!”. Kami pun melupakan hal aneh yang menimpaku tadi dan belum ingin berfikir untuk hal semustahil itu. Dan itu berlalu begitu saja tanpa kami pertanyakan lagi, walaupun aku tak bisa pungkiri bahwa aku masih sangat penasaran.
*     *     *
Seiring waktu berjalan selama beberapa bulan aku bersekolah di situ, tak ada satu hari pun tertinggal tanpa melihat wajah Reza walaupun hanya sekejap. Aku tak tahu mengapa setiap saat aku meninggalkan ruang kelas, baik ketika jam istirahat maupun jam pulang sekolah, dia selalu muncul dihadapanku. Dan aku merasa sangat senang apabila telah melihat wajahnya sekali saja dalam sehari. Itulah yang membuatku semakin tak bisa berhenti menyimpan rasa penasaran padanya. Setiap hari, perasaanku yang begitu besar kutuangkan dalam catatan kecil pada buku diariku yang seluruh isisnya tentang Reza. Namun, hari ini aku sangat sedih karena tak melihatnya seharian di sekolah.
“Deeeeeeeerrrrrrrrt...” bel jam pulang berbunyi. Aku segera berkemas bersiap-siap untuk pulang.
“Yuuk Fir, barengan pulangnya!” ajakku kepada Fira.
                “Waduh, gini
Kar, kamu mau gak nungguin aku bentar? soalnya aku ada urusan mendadak nih. Disuruh oleh ketua panitia PENSI untuk menemuinya, kami mau bicarain tentang PENSI lima hari lagi. Karena aku tuh sekretaris OSIS, jadi punya tanggung jawab besar ngurusin acara itu.” Jelas Fira.
“Ohh.. ya udah kalau gitu Fir, gak apa-apa kok, aku tungguin kamu ya. Padahal aku merasa sangat kecewa karena perutku yang sudah keroncongan, ditambah kegelisahanku yang sejak pagi tadi tak bertemu Reza, semuanya membuatku seakan  kurang Ikhlas menunggu temanku, Fira. Tapi ku fikir tak masalah lah. Lantas aku ikut kemana pun Fira pergi.
*     *     *
“Siang Reza. Maaf ya udah lama nunggu, tadi ada kepentingan sebentar ama teman. Nih, kenalin dong, kalian belum saling kenal kan? Kara namanya ni Za.” Mataku secara spontan terbelalak melihat sapaan Fira barusan kepada Reza. Ternyata Reza adalah ketua panitia PENSI di sekolah kami. Dan aku merasa sama sekali tidak sia-sia menunggu temanku Fira untuk sebuah pertemuan dimana orang yang spesial bagiku juga ada di tempat itu.
“Wah, jodoh ya… Padahal hari ini aku uda murung banget karena gak ngeliat kamu dari tadi pagi Za. Aku senang bisa ngeliat wajah kamu di tempat ini, suer! Fikirku dalam hati. Aku merasakan kegembiraan yang luar biasa pada saat itu. “Kara…” , aku pun langsung mengulurkan tanganku sambil tersenyum berharap balasan jabatan tangan dari sosok pangeran impian itu.
Hmm.. Oke, gak masalah, Fir. Langsung aja nih, gimana sejauh ini persiapannya? Apa-apa  aja  yang mau di tampilkan di Pensi?” Aku tertegun dan segera menutup senyumku yang terpasang manis tadi. Dengan bahasa tubuh yang sedikit salah tingkah lantas ku turunkan lagi uluran tanganku tadi perlahan-lahan kemudian menggaruk kepala seolah menganggap hal bodoh yang kulakukan tadi tak pernah terjadi. Sungguh, aku menyesal dan sedikit malu dengan tindakanku yang tak mendapatkan respon apa-apa darinya. Dari hati terdalam aku merasa sangat kecewa dan sedih  karena salam perkenalanku saja tak dihiraukan sama sekali olehnya. Bagaimana aku dapat berteman dengannya.
“Uda Za, sejauh ini persiapannya udah oke, semuanya komplit. Kita cuma butuh satu orang lagi untuk nampilin lagu pembukaan yang soft untuk para tamu dari luar sekolah. Tapi siapa ya?  Setau aku sih anak-anak pada lemah di bidang itu, paling cuma Rio. Itupun aliran musik Rock, kan gak garing banget untuk pembukaan. Jadi aku harus nyari siapa ya?”, Fira berbincang-bincang dengan Reza, sementara aku terbodoh sendiri di sampingnya.
Aku bisa bantu, Fir nyari orangnya.” Aku tersenyum ke arah Fira untuk meyakinkannya dan berfikir bahwa orang yang ku maksud untuk dicari adalah diriku sendiri. Karena sejak kecil aku memang tertarik di dunia tarik suara. Kebetulan saja ada momen yang pas untuk menunjukkan bakat yang aku punya, terutama karena Reza. Aku ingin dia melihat aku selama ini yang berharap diperhatikan olehnya. “Udah deh, gak usah difikirin, secepatnya aku bakal temuin orangnya kok.” tambahku.
“Kamu yakin, Kar? ya udah deh  kalau memang kamu mau bantu, kamu cari gih orangnya, harus udah oke pas hari H-nya ya! hehehe”, kata Fira meyakinkanku.
“Sip Fir.”, jawabku.
“Fira, kita disini butuh gak main-main ya! Jadi settingnya kalau bisa lebih serius aja, Oke! Aku ngurusin ke bagian keamanan dulu!  .” Tiba-tiba suara Reza menyambar tanggapanku tadi. Aku tercengang mendengar pernyataannya yang  seakan menyindirku bahwa aku itu orang baru yang tidak pantas dipercaya. Yang paling membuatku kecewa adalah dia pergi begitu saja tanpa mempertimbangkan penawaranku tadi.
Shit, aku kesal banget sama kamu tau gak, Reza. Aku kira sifat kamu sebagus tampang kamu. Tapi nyatanya enggak”, dengus kesalku dalam hati.
“Fir, kayaknya aku pulang duluan aja ya”, wajahku berubah menjadi masam dengan nada sedikit emosi.
“Lho! kok pulang sih, Kar ? tadi katanya mau nungguin aku, kan kita mau pulang bareng?! Trus kamu mau pulang sama siapa dong? Ntar kesasar lagi.” Fira menatapku tajam seolah mengerti dengan sifatku barusan yang terlihat sedikit aneh. Namun ia juga tak bisa mencegahku, sebab urusannya dengan Reza belum selesai dan itu merupakan hal yang lebih utama daripada mengantarku pulang. Akhirnya, terihat dari raut wajah Fira yang seperti merasa bersalah terpaksa membiarkanku pulang sendirian.
“Gak apa-apa Fir, ntar aku minta jemput aja sama orang rumah.” , kataku.
Yauda deh kalau gitu, hati-hati aja, Kar!”.
Aku pun pergi berlalu begitu saja bersama angin kering yang berhembus menemani kekesalan hatiku hari ini.
                Sampai ke rumah, hatiku masih diliputi oleh rasa kesal tadi. Aku berceloteh sesuka hati dan mengganggap Reza itu punya salah yang sangat besar kepadaku sehingga membuatku emosi tanpa alasan yang tepat.  Aku modar-mandir ke kanan dan ke kiri mengitari kamarku yang lumayan besar itu dan berusaha menghilangkan bayangan tentang Reza.
“Aku tau kok kamu itu ganteng, hebat, dan banyak orang yang naksir sama kamu. Tapi, aku paling gak suka sama orang yang gak pernah menghargai orang lain kayak kamu. Dari dulu tuh kamu selalu bersifat gitu sama aku, aneh banget kamu di depan aku. Emang aku salah apa sih, hah? Salah apa aku, Za? Aku salah ya mencintai  kamu. Apa selama ini aku sia-sia simpan perasaan buat kamu, Za? Buka dong hati kamu sedikit aja buat aku, paling enggak aku tuh mau jadi temen kamu doang. Jangan jadiin aku seperti musuh kamu. Toh, sama orang lain kamu tuh gak segitunya banget. Tapi sama aku kenapa kamu gitu? Hukks,,hukss”. Lantas, aku meluangkan kekesalan dan kesedihanku lewat untaian kata emosi sambil menangis. Aku benar-benar sakit. Seperti cinta yang bertepuk sebelah tangan kepadanya.
*         *        *
          Lima hari berikutnya acara Pensi pun dilaksanakan. Aku sudah bersiap-siap dari rumah mengenakan kostum dan berjalan dengan PD-nya ke sekolah. Seperti biasanya, aku selalu ditemani diari yang tak pernah hilang dari tasku. Semua orang memperhatikan aku sejak aku mulai memasuki gerbang depan sekolah menuju ke ruang OSIS untuk melaporkan kesiapanku untuk tampil. Kami berkumpul di sana, bersama Reza dan teman-teman lainnya.
“Lho,, Kara??? Kok...” Fira terkejut melihatku lengkap dengan kostum itu. “Jadi maksud Kamu waktu itu yang bisa nyanyi itu kamu ya?! Hahaha, kenapa gak pernah bilang selama ini kalo kamu bisa nyanyi. Kan aku gak pusing nyari orang”.
“Iya nih Fir, hehe. InsyaAllah aku nampilin yang terbaik. Doa’in aja ya!”. Aku tersenyum dengan bangga kepada Fira yang tadinya heran.
(Ketika maju ke panggung dan bernyanyi)
                “Wow,,,go Kara go Kara go...” sorak teman-teman dengan antusias melambaikan tangan ke arahku yang sedang menampilkan salah satu lagu Pop terkenal yang membuat teman-teman menjadi semangat dan penuh tawa. Aku pun merasa semakin percaya diri atas sanjungan mereka, dan berharap supaya Reza juga memujiku. Dan apa yang terjadi? Reza lompat-lompat kegirangan sepertinya ia sangat menikmati lagu yang aku bawakan barusan. “Waahh, senangnya aku, ternyata aku bisa membuat Reza tersenyum. Mimpi apa aku semalam ya?” aku bertanya-tanya dalam hati, tapi tak terlepas dari rasaku yang amat sangat senang karena berhasil membuatnya menjadi sosok yang ceria. Semua teman-temannya juga bingung melihat tingkahnya yang sangat berbeda dengan image’a yang tadinya cool berubah menjadi humoris tak jelas seperti itu.
                “Sip Kar!” Fira melambaikan tangannya dan mengacungkan jemopol ke arahku seolah meyakinkan bahwa penampilanku benar-benar spesial sehingga membuat Reza kegirangan.
(setelah turun dari panggung)
                “Good Job Kara, terimakasih partisipasinya”. Reza tiba-tiba menghampiriku dengan uluran tangannya sambil tersenyum lepas.
“Oke Reza, sama-sama.” Aku pun tersenyum sambil membalas jabatan tangannya kepadaku tadi. Sumpah! Hatiku seperti terbang ke surga, tak menyangka bahwa akhirnya Reza berhasil juga aku taklukkan. Sejak saat itu, kami mulai akrab dan semakin akrab. Reza yang ku kenal sekarang berbeda dengan Reza yang dulu, dia orang yang ramah, enak di ajak ngobrol dan penuh hal-hal menarik lainnya. Aku sangat sangat senang bisa dekat dengannya karena momen di PENSI lalu. Tak sia-sia keinginanku terwujud sekarang. Dan apa cerita selanjutnya?
Nah, dua minggu ke depan setelah acara PENSI itu, aku sama sekali tak menyangka kalau Reza menyatakan cinta kepadaku. Entah malaikat apa yang membantuku meluluhkan hati sang pangeran, sehingga akhirnya kami berpacaran. Sungguh, aku merasakan kebahagiaan yang tiada tara. Sebelumya, aku yang dulunya selalu memujanya dan berharap untuk bisa memilikinya, meskipun sempat putus asa, ternyata harapan aku yang nyata tak sia-sia begitu saja. Justru sebaliknya, dia yang mendambakan aku sekarang.
“Kara, aku benar-benar mencintai kamu. Aku punya rasa sejak pertama aku lihat kamu dulu. Kamu inget kan waktu kita ketabrak di depan kantor guru? Dan kamu jatuhin semua kertas-kertas aku?. Aku lihat kamu itu sangat mirip dengan orang yang pernah muncul di mimpi aku, seperti sang putri yang kudambakan, namun pada mimpiku itu, akhirnya kamu meninggalkan aku bersama kenangan pahit dan sakit hati. Oleh sebab itu aku selalu menghindari kamu karena aku sangat takut jatuh cinta sama kamu dan mengalami hal yang sama seperti yang ada dalam mimpiku. Aku sangat trauma, Kar, karena udah beberapa kali jatuh ke jurang yang sama. Tapi, semakin lama aku mendengar nama kamu di satu sekolahan yang benar-benar sangat terkenal pinter, rajin, ramah, multitalenta, baik hati, dan cantik, itu semua membuat aku semakin mengagumi kamu. Suer! Tadinya aku ingin mengenal kamu lebih dalam, tapi entah kenapa untuk ngelakuinhal itu sulit sekali rasanya, justru aku harus bersikap aneh terhadap kamu. Sekarang, aku benar-benar sangat bersyukur karena udah dapatin tuan putri yang aku impikan selama ini”. Reza duduk di sampingku sambil memegang tanganku dengan penuh keseriusan yang mendalam. Dia menjelaskan isi hatinya yang terpendam selama ini. Aku pun mendengar dengan seksama atas penjelasannya itu yang sungguh sama sekali tak pernah ku sangka ia akan berkata sedemikian.
“Ya ampun, kita sama persis Za, aku juga mengagumi kamu sejak pertama kali lihat kamu. Aku cinta sama kamu sejak pandangan pertama dan sampai detik ini. Aku rasa kita jodoh ya?! Aku juga sempat punya mimpi kalau kamu itu pangeran yang aku imipikan. Ini benar-benar ajaib.”. Aku pun berkata jujur di hadapannya saat itu juga. Karena memang sesungguhnya isi hati yang di jelaskannya tadi, sama persis seperti isi hatiku. Sejenak aku terdiam berfikir, Jadi, selama ini perasaanku untuk dia gak bertepuk sebelah tangan dong, toh dia juga mencintai aku sama seperti aku mencintainya.
Aku dan Reza pun tersenyum bahagia. Dan ia juga sempat berkata, “Oia, kamu tau gak?! Aku dulu sempat menjalin hubungan dengan Zuhra, tapi akhirnya kandas di tengah jalan karena satu sebab. Yaitu, kesalahan aku yang uda mencintai kamu.”
“Kok bisa karena aku, Za? Maksud kamu gimana? Kan kita dulu gak pernah saling kenal, gimana bisa aku menyebabkan kalian putus?! Aku gak ngerti , coba deh kamu jelasin sama aku.” Perkataan Reza tadi mengingatkanku dengan pernyataan Zuhra dua bulan silam. Dimana yang dulunya aku dan Fira sempat berfikir seperti apa yang telah dikatakan Reza barusan, ternyata itu memang menjadi sebuah kenyataan. Lagi-lagi kejadian menakjubkan yang tak pernah terduga terjadi padaku. “Wah, hidupku itu penuh dengan teka-teki sederhana rupanya, haha”, Fikirku dalam hati.
“Jadi, waktu itu aku sempat keperogok Zuhra sedang menulis buku harian. Jadi, Zuhra penasaran dengan isi diariku itu. Lantas, ia rebut diari itu dari tangan aku. Lalu dia baca, dan tiba-tiba dia marah trus  nangis di depan aku. Yaa gimana enggak, isi diari itu tentang kamu semua. Isi hatiku aku tuangin tiap hari lewat buku itu. Jadi, mungkin Zuhra gak terima dengan itu semua. Aku ngaku emang aku salah besar udah ngecewain dia, tapi aku emang benar-benar gak bisa menahan perasaan aku  sama kamu. Jadi, aku terpaksa ngecewain Zuhra. Tapi yaudah lah, lupain yang udah berlalu. Aku ingin serius sama kamu. Dan lupain aja, kamu jangan ngerasa gak enak karena hal itu ya, sebab, semuanya itu emang salah aku sendiri kok.”
Aku benar-benar gak nyangka banget Za, ini semua di luar dugaan aku. Bahkan satu kesamaan kita lagi adalah, aku juga suka nulis buku diari yang semua isinya juga tentang kamu. Mataku berkaca-kaca seakan ikut terbawa dalam cerita kejujuran hatinya itu. Tapi tak kupungkiri juga bahwa bagaimanapun aku masih merasa bersalah dan tidak enak kepada Zuhra yang telah tersakiti hatinya karena hadirnya aku dalam fikiran Reza selama ini.
“Udah, Kar, semuanya udah berlalu kok. Sekarang kita jalani yang ada sekarang aja barengan, ya !. Reza menghiburku dengan senyum indah yang terukir di bibirnya. Itu membuatku semakin tenggelam jauh ke dalam perasaan yang sangat besar kepadanya dan aku juga tak akan menyia-nyiakan Reza yang selama lima bulan kukagumi itu. Aku sangat bahagia bisa bersama dia semenjak itu. Angin berhembus pelan, awan pun bergerak bersusun membentuk senyum indah seakan ikut bahagia menemani perasaanku.


Written By Nurhanifa XI IPA 1

(SELESAI)

2 komentar:

  1. nice story. ^^
    tapi alangkah lebih bagus kalau ada suara bunyi seperti "braaaak, sreeet, dll" gitu di asingkan fa dan setiap akhir pembicaraan buatlah seperti "ucapku, ucapnya, lirihnya dll"
    walaupun ada beberapa typo aku suka ^^
    ini saran loh ^^
    semoga ifa bisa menjadi author. FIGHTING!!!

    *mamin*

    BalasHapus
  2. ooohh oke oke :)
    aminn,makasi ya mamin sarannya !
    hhee

    BalasHapus