Jumat, Oktober 19, 2012

CERITA UNTUK KOTA LHOKSEUMAWE







CERITA UNTUK KOTA LHOKSEUMAWE

Lhokseumawe, yang dijuluki kota Petro Dolar yang rata-ratanya di tempati berbagai perusahaan negara yang mengolah hasil bumi dan menghasilkan keuntungan, kualitas yang begitu tinggi nilai harganya. dengan banyaknya hutang negara, pasokan hasil bumi pun menipis sehingga nama Petro Dolar pun memudar. beberapa PT di kota lhokseumawe seperti  PT.ARUN LNG, PERTAMINA, PIM, ASEAN, KKA hanya memiliki hasil bumi yang akan diolah pun menipis sehingga kebangkrutan pun positif mendekat.
                Ya, sekilas perkenalan dari kota Lhokseumawe yang mana dulu menginjak masa kejayaan akan kekayaan kota dengan  berkumpulnya berbagai perusahaan milik negara, karena kota Lhokseumawe terdapat hasil minyak, gas bumi yang melimpah. Kini Kota Lhokseumawe yang dipenuhi banyak bangunan-bangunan perkantoran atau pembangunan yang lainnya untuk perhiasan kota ketimbang penanaman pohon hijau yang rindang untuk pernapasan kota.
                Sungguh banyakproyek-proyek,rehabilitasi, dan rencana pembangunan di Kota Lhokseumawe ini.Sehingga kota lhokseumawe banyak di juluki oleh masyarakat-masyarakat adalah Kota Debu. Debu, polusi udara yang sangat mengganggu saluran pernapasan manusia dan mengganggu penglihatan manusia, sehingga banyak debu-debu yang berterbangan masuk ke mata.
                Dengan cuaca kota Lhokseumawe yang sangat gersang, matahari memamerkan panasnya dengan enteng, pepohonan di bibir kota pun telah di tebang hanya untuk kepentingan pelebaran jalan atau membangun sesuatu sangat tidak enak di pandang dan tidak lazim dirasakan masyarkat untuk keluar rumah.
                Bahkan ada salah satu dari warga berkata, lhokseumawe tidak tau mau dibawa kemana lagi uangnya sehingga pembangunan sangat banyak di bangun, lalu entah untuk apa fungsinya, yang penting uang sudah terpakai hanya untuk pembangunan yang tidak ada fungsinya. Setelah itu hanya di bangun setengah-setengah lalu tak di kerjakan karena  dana telah habis lenyap entah kemana, banguna itu hanya menjadi tempat sarang setan-setan yang tak diundang.
                Seperti pembangunan Islamic Centre, hanya dibangun setengah jadi, setelah tidak sanggup mendanakan pembangunannya lagi, pemerintah Kota Lhokseumawe memberikannya kepada negara lain untuk meneruskan pembangunan tersebut. Seperti pembangunan waduk yang ada di pusong, katanya fungsi waduk tersebut untuk menanggulangi banjir dan sebagainya, ternyata apa yang terjadi. Hujan yang lebat sehingga banjir datang, lhokseumawe tetap terendam banjir.

Yang ada, waduk itu hanya berfungsi untuk berkumpulnya para maksiaters di malam hari, bau yang menyengat dari waduk membuat polusi sehingga mengganggu indera penciuman masyarakat yang sedang menikmati jalan waduk tersebut. Pemerintah tidak pandai mengolah waduk tersebut. kalaulah pemerintah pintar, waduk tersebut tidak hancur seperti sekarang, tidak untuk tempat maksiat yang terjadi seperti sekarang ini. Dan pastinya kalau waduk itu di olah oleh pmereintah sebagai tempat parawisata, mungkin kota lhokseumawe akan terkenal dengan indahnya waduk sperti itu, tidak di kenal seperti sekarang waduk yang bau.
Demikian juga dengan tempat wisata ujong blang, yang terkenal dengan pantainya yang tak seindah sekarang. Dulu tahun kebelakang yan lalu, masyarakat untuk menikmati pantai ujong blang harus membayar tiket masuk, guna untuk kenyamana n bersama dan ketenangan bersama. Dengan pantainya yang dulu asri seperti di hawai dan turis mancanegara yang datang dari berbagai negara untuk  menikmati pantai tersebut.
namun sekarang tak lagi seperti itu. Pantai ujong blang yang kumuh, kotor, dan gersang, air lautnya pun hampir menggenangi permukaan darat dan pondok-pondok yanng dibangun di pinggir pantai yang membuat kotor daerah pinggir laut. Masyarakat yang berjualan di pondok-pondok tersebut membuang sampah,limbah-limbah dagangan mereka tersebut  ke laut atau bibir pantai.
Ini sangat mengganggu pemandangan. Sehingga saya masyarakat Lhokseumawe pun merasa malu dengan adanya tingkah masyarakat lain seperti itu. Malu dengan apendatang yang ingin bermain-main di kota Lhokseumawe yang pendatang itu sendiri hanya tau, kota Lhokseumawe iyu dikenal dengan pantainya yang indah, waduk yang asri bila kita jalan-jalan di sekitar jalan waduk bisa merasakan angin yang sepoi-sepoi, dan dapat melihat pemandangan indah terbit dan terbenamnya matahari.               
                Itu yang hanya mereka tau, dan ternyata setelah pendatang datang ke kota Lhokseumawe ternyata kebalikannya sehingga ada rasa menyesal di benak pendatang tersebut. Dan jailnya tangan masyarakat atau adanya iri yang ada di benak masyarakat tersebut sehingga timbulah kerusakan-kerusakan akibat tangan-tangan jail. seperti yang terjadi dua tahun yang lalu, rusaknya tong sampah yang ada di waduk pada saat bulan ramadhan, dan rusaknya pagar-pagar tanaman di pinggir waduk sehingga walikota turun untuk melihat kondisi tersebut.
                Keindahan kota Lhokseumawe berkurang, dengan makin banyaknya pembangunan di kota Lhokseumawe makin banyaknya tangan-tangan perusak yang merusak bangunan bahkan keasrian kota ini. sungguh malang, seandainya kota ini bisa berbicara, dia hanya berkata, Kembalikan pohonku yang kau tebang, musnahkan pembangunan yang tak ada gunannya. sungguh sangat gersang kota ini.
                Contohnya saja seperti di desa Hagu Barat Laut, sebelumnya bangunan eks koteks yang dulu dibakar oleh masyarakat gelap karena hadirnya koteks tersebut melahirkan dan mengundang masyarakat. lalu pada tahun 2011 digusur dan pondok-pondok rujak disekitar itu juga di gusur guna pembangunan pelebaran jalan oleh program pemerintah kota, sehingga masing-masing pemilik pondok tersebut menerima ganti rugi.
                Tetapi hingga sekarang, hanya menimbulkan debu yang mengepul, dengan beralaskan tanah kuning, yang tak sedap buat di pandang apalagi di hari yang panas. entah untuk apa fungsinya, setelah digusur tak dibangun apa-apa sehingga seperti tanah gundul yang gersang. Lalu pedagang dan pemilik pondok rujak kembali membangun pondok untuk nafkah sehari-hari. Para pedang bilang,”kita hanya menunggu bagaimana mau mendapatkan sesuap nasi, disinilah mata pencaharian kami. kalau hanya di beri uang ganti rugi, itu tidak sebanding untuk kehidupan kami sehari-hari.” begitu kata penjual rujak di pondok-pondok rujak tersebut.

                Itu tadi cerita dipondok rujak, kembali kewaduk. pedagang-pedagang bandel di waduk pun juga mengalami yang suatu sikap yang sama seperti dinpondok rujak. Ya, tetapi mereka tidak mematuhi peraraturan pemerintah, di situ jelas-jelas di pamflet tertera, “di larang berdagang di area ini” tetap saja mereka berjualan. mereka bilang”pengguna jalan waduk pun pasti memerlukan kami untuk menyantap berbagai makanan yang kami jual, kalau tidak ada kami pun waduk ini akan sepi dan menjadi sarang hantu.”
                Macam-macam saja cerita yang didapat di kota Lhokseumawe tercinta ini, Bumi berputar dan berevolusinya juga Kota Lhokseumawe yang makin maju mundur. setiap negara atau setiap kota pasti memiliki problema kehidupan. Tetapi kita sebagai masyarakat jangan mau tinggal diam, mari kita lestarikan kota,negara, bumi kita dari kehancuran. tingkatkan go green dan save for earth supaya tercapainya impian kita untuk menetap di negara atau kota yang indah seperti di negara-negara atau kota-kota lain yang asri.
               

oleh : MUHAMMAD SABIL AWANG FIKRI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar