26
DESEMBER 2004
Aku anak kedua dari empat orang bersaudara . aku tinggal di
pusat kota nanggroe aceh darussalam , tepatnya di kota Banda aceh . salah satu kota yang paling
luas yang ada di daerah Aceh . dulunya aku tinggal di Lhokseumawe, tempat asalku , kota yang
terindah dimana ibuku mengandung dan melahirkanku. Aku menghabiskan masa
kecilku yang sangat menyenangkan di sana . aku mendapat banyak teman yang
sangat baik terhadapku. Sampai pada suatu saat ketika ayahku di pindah tugaskan
ke kota banda aceh . saat aku akan memulai pendidikanku di taman kanak-kanak .
Aku di senangi oleh semua guru dan teman-temanku . Tak ada
seorang musuhku yang aku miliki selama bersekolah di sana . dan aku juga
termasuk siswa yang berprestasi . Selama masa sdku di sana tak pernah ada duka
yang ku alami . melainkan hanya kesenangan, kesenangan, dan kesenangan semata.
Tak pernah terfikirkan oleh aku dan keluargaku akan terjadi musibah yang sangat
dahsyat di kota banda aceh ini . ya , TSUNAMI . tepatnya tanggal 26 desember 2004
terjadi bencana besar yang meninggalkan luka dan trauma yang sangat dalam . bukan hanya
warga aceh dan indonesia saja yang ikut berduka . DUNIA juga ikut merasakan
kepedihan itu .
Di minggu pagi yang cerah itu ,aku dan keluargaku menikmati
akhir pekan
di rumah . Kami menonton televisi bersama . Tanpa di sangka-sangka ,
tiba-tiba gempa mengguncang seluruh Aceh dan sekitarnya . Aku dan keluargaku
sangat panik pada saat itu . Kami semua lari ke beranda rumah untuk
meyelamatkan diri jika bangunan rumah kami runtuh sambil berdo’a, Begitu pula warga di sekitar . Setelah
gempa selesai kami kembali ke rumah dan tidak memikirkan akan terjadi bencana
yang lebih besar lagi dan berfikiran
bahwa semua ini telah berakhir. Semua bernafas lega . Ayahku yang panik ingin
melihat kondisi kantornya yang lumayan jauh dari rumah kami . Adikku berfirasat
buruk akan kejadian ini dan melarang ayahku untuk pergi meninggalkan rumah .
Beberapa saat kemudian dari kejauhan seorang warga berlari
dari arah barat menuju utara ,seperti layaknya burung gagak yang hendak
menyampaikan kabar buruk . Dan berteriak bahwa “ Air laut naik .! “ .Semula Semua warga sekitar
tidak percaya apa yang di katakana dan mengabaikannya , karena pantai sangat jauh dari
pemukiman kami . Tidak lama setelah itu pesan serupa juga dikatakan oleh warga
yang lainnya . Kami semua mulai panik dan percaya .
Semua masyarakat lari berbondong-bondong ke arah sekolah
terdekat di pemukiman kami . Mereka lari
meninggalkan rumah yang mereka tempati serta membawa semua anggota keluarga
mereka tanpa memikirkan harta benda yang mereka miliki.
Saat itu aku dan keluargaku sangat khawatir dan tanpa
berfikir panjang kami pun ikut berlari mengikuti warga sekitar. di jalan yang begitu sempit kami semua lari
dengan paniknya berharap menuju keselamatan. Aku melihat, mereka semua lari
tanpa memikirkan apa yang ada di sekitar mereka,hanya memikirkan keselamatannya
dan keluarganya sendiri. Di sini,
terlihat semua sifat asli yang dimiliki manusia . Ketika mereka melihat orang
tua yang terjatuh,terinjak-injak, serta berteriak meminta tolong tak ada
seorang pun yang memperdulikan. Mereka hanya terus berlari menyelamatkan diri
.Dan akhir nya kami sampai di sekolah terdekat tersebut. Aku berfikir air tak
kan sampai ke tempat kami, aku berfikir air akan berhenti dan kembali ke tempat
asalnya yang jauh dari tempat ku sekarang berinjak. Semua harapan sirna.Air
tersebut mendekat kearah kami . Air itu hitam , bercampur sampah, dan sangat
kencang berlari ke hadapan kami. Bagiku, itu terlihat seprti Monster yang
sangat kuat dan menyeramkan berlari hanya mengejar ku saja, dan ingin
menyerangku.
Aku mulai memikirkan
semua dosa-dosaku di dunia dan berfikir belum siap untuk meninggalkan dunia
ini. Kami sekeluarga sudah putus asa. Saat masyarakat masih berlarian, kami
hanya berdiri di hadapan salah satu dinding di sekolah itu. Kami sadar, bahwa
tiada tempat yang aman untuk menyelamatkan diri dari bencana Allah swt selain
berdoa kepada-Nya. Puji syukur
kepada Allah tak henti-hentinya keluar dari mulut kedua orang tua ku. Itu
pertama kalinya aku melihat mereka begitu takut. Saat itu, Adik bungsuku masih
berumur 8 tahun . ia di gendong oleh ibuku.Pada saat kejadian itu, tak setetes
pun air mata keluar dari matanya.
Akhirnya monster itu datang menghantam kami, Dadaku terasa terhantam
oleh badai yang kuat.monster itu pun mulai menenggelamkan kami . Warnanya yang
hitam pekat, bau, dan di penuhi dengan sampah.Memutar badanku , serta di
remukkan oleh nya. Aku berfikir sang pencipta menetapkan umur ku hanya sampai
di sini. Aku hanya pasrah dengan apa yang akan terjadi.Kami sekeluarga tetap
saling berpegangan erat. Semua berfikiran sama dengan ku. Semua memperlihatkan
wajah putus asa nya dan tak berbuat apa-apa lagi. Aku terus berdo’a agar di
berikan kesempatan sekali lagi untuk hidup di dunia ini.Semakin lama monster
itu semakin menenggelamkan kami. Ternyata Sang Pencipta punya rencana lain
terhadap kami. Mukjizat, kami Hanyut berbelok ke salah satu ruangan di sekolah
itu, yaitu Perpustakaan sekolah .Ayahku terus saja bergumam, “Allahu akbar…Allahu
akbar”. Kami terus berpegangan. Saat kami masih berpegangan erat, aku yang
selalu bernasib sial terlepas dari genggamaan ayah . Aku hampir terbawa oleh
arus yang sangat kuat tersebut. Aku berfikir bahwa aku tak akan selamat .
Tetapi tidak , dengan sigapnya ayahku
menarik tanganku kembali , aku pun kembali ke genggaman ayahku .
Aku dan keluargaku
naik ke rak buku yang agak tinggi di perpustakaan.Kami semua di penuhi luka.
Untungnya adik-adikku tidak mengalami luka yang cukup parah. Lalu, ayahku
berusaha untuk membuka plafon perpustakaan , Agar kami bisa naik ke tempat yang
lebih tinggi lagi .Diatas sana , kami hanya menunggu air surut dengan beberapa
warga yang selamat. Setelah 5 jam kami menunggu , akhirnya air pun telah surut
. Tetapi, kami masih belum mempunyai keberanian untuk turun. Di atas , kami
merasakan kelaparan dan kehausan , serta rasa ketakutan tak kunjung
hilang.Gempa susulan terjadi berulang-ulang kali . Kami tetap mencoba untuk
menenangkan diri .
Akhirnya ayahku memutuskan untuk turun , kami semua selamat
dari kejadian yang sangat dahsyat itu. Aku dan keluargaku tak henti-hentinya
mengucapkan “Alhamdulillah “ . Seraya bersyukur kepada Allah swt karena kami
masih di berikan kesempatan untuk hidup di dunia ini.
![]() |
26 Desember 2004 |
Ketika aku keluar dari sekolah itu , tak ada lagi pemandangan indah yang kulihat seperti biasa . Tak ada lagi burung-burung yang berkicau , tak ada lagi tempat untuk kami bermain seperti hari kemarin. Yang terlihat hanyalah puing-puing bangunan dan mayat-mayat yang berserakkan dan bersangkutan dimana-mana . saat itu berniat kembali ke rumahku . memang aku tidak berharap banyak. Ketika sampai, aku hanya melihat sebuah kamar mandinya saja yang masih tersisa , sedangkan ruangan yang lainnya telah rata . Terlihat di belakangnya terdapat kapal yang sangat besar yang seharusnya berlayar di lautan lepas kini sudah ada di daratan, aku tidak dapat membayangkan bagaimana ini semua bisa terjadi .
Akhirnya kami memutuskan untuk mencari tempat pengungsian
sementara. Ayahku mengajak kami mengungsi di taman budaya . Disana , banyak
juga warga yg ikut mengungsi karena kehilangan tempat tinggal mereka, wajah
mereka terlihat sangat menyedihkan. tangisan, kemarahan,penyesalan semua di keluarkan,padahal
sudah tidak ada gunanya lagi. Tapi aku tak pantas berfikiran seperti itu, karena kini di sini kami semua sama . kami
adalah KORBAN.
Di saat seperti ini pun, tak terfikirkan olehku, masih saja
ada orang yang mencari keuntungan dari semua ini. Kelompok itu ada 2 orang
laki-laki yang berumur sekitar 30 tahun. Mula-mula mereka menyebarkan isu bahwa air telah
naik lagi,ketika orang semua keluar, mereka mengambil semua dompet yang di
tinggalkan. Sungguh keji perbuatan mereka. Apa mereka sadar
apa yang sedang mereka alami sekarang? Aku harap mereka sadar.
Di taman budaya kami hanya menginap hanya
semalam karena di sana kami merasa tidak nyaman, akhirnya kami pun pindah ke
pengungsian yang lebih tnggi di daerah perbukitan, tempat nya tidak jauh dari
sini, hanya 20 KM. Kami menempuhnya dengan berjalan kaki dan membawa sedikit
bekal yang entah dari mana datangnya.
Di sini gempa lebih sering kami rasakan,
dalam semalam entah sudah berapa kali aku terbangun,untungnya adik-adikku tetap
tertidur lelap.isu-isu tentang tsunami pun masih sering terdengar. Ketakutan
masih saja terus menyelimutiku,begitu pula dengan adik-adikku . tetapi ibuku
menyuruh kami untuk hanya berdo’a dan menyerahkan semua kepada Alah swt. Hatiku
sedikit senang. Hari-hari tanpa listrik,
kekurangan air sangat tidak biasa bagiku. Indomie pun sudah menjadi bagian dari
hidup kami di sana.
Ayah ku sudah beberapa kali pergi ke
kantor pusat informasi untuk menghubungi saudara-saudara ku yang berada di
lhokseumawe, tetapi hasilnya nihil. Saat itu jaringan komunikasi masih belum
tersambung.
Setelah beberapa hari, kami pindah lagi
ke pengungsian lain, di tempat kawan ayahku. Dari sini memang agak jauh sih,
sekitar 50 KM.kami mulai menempuh perjalanan saat matahari terbit dengan
berjalan kaki . Melewati embah, sawah-sawah. Kini, aku mengerti bagaimana
rasanya orang-orang yang tak punya tempat tinggal mencari makan, seperti kami
saat ini lah.
Akhirnya, kami sampai di tempat tujuan
saat menjelang petang. Di sini aku merasa sediikit nyaman karena sudah ada
listrik dan tidak kekurangan air lagi. Tetapi, indomie masih menjadi bagian
dari hidup kami. Tak apa lah, yang penting kami semua mengisi perut kami yang
sudah mulai memanggil. Di sini pun aku bertemu dengan saudaraku yang juga
tnggal di Banda aceh. Ia adalah abang tertua dari ibuku.Dia juga sama seperti
kami. Tapi , mereka yang semula ada 7 orang, kini tinggal ia sebatang kara. Aku
sangat sedih mendengar bahwa saudara-saudaraku telah tiada. Tapi semangatnya
untuk hidup tak pernah hilang, Aku kagum . Ia bercerita pada saat air datang ia
sedang bekerja dan berlari menuju mesjid baiturrahman sampai akhirnya ia
selamat. Air mata mulai membasahi pipi ibuku ketika mendengar cerita itu.
Ahamdulillah, akhirnya jaringan
komunikasi telah pulih, ayahku segera menghubungi saudaraku dan mengatakan
posisi kami . Saat beberapa hari, kakak dari ibuku datang menjemput kami dengan
mobil L300. Kami sangat bersyukur. Kami pun langsung berangkat ke Lhokseumawe,
ke kediaman nenekku.
Di lhokseumawe kami tinggal di rumah
nenek, ibunya ibu. Kami di sana selama ± 1 tahun sampai ayahku di pindah tugaskan ke
lhokseumawe dan kami pun menyewa rumah. Di sini aku juga mendapatkan banyak
teman, walau tidak semuanya baik. Tapi aku tetap bahagia dan bersyukur. Aku
melanjutkan pendidikanku yang sempat terhenti dan bersekolah d SDN 3
Lhokseumawe, Lalu ke SMPN 1 Lhokseumawe. Di SMP aku mendapatkan banyak teman ,
dan juga seseorang yang berharga J. Dan sekarang aku Bersekolah di SMA N 1
Lhokseumawe.
Saat aku duduk di bangku SMA, ibu lah
yang pertama kali meninggalkan kami semua. Beliau memang sudah lama terserang
penyakit kanker. Aku merasa sangat sedih, karena ia adalah orang yang paling
mengerti aku. Tetapi, aku pun tidak bisa terpuruk terlalu lama. Aku berfikir
bahwa Tuhan tidak mengizinkan ibuku melihat betapa kejamnya hari kiamat.
Aku tetap bersyukur masih di beri nyawa
oleh sang pencipta. Dan masih banyak orang yang sayang kepada ku. Semoga iini
akan terus berlanjut ya Allah. Amin ya Rabbal A’lamin .
By: -M.REZA PRASETYO-
Ya Allah,Terhaeu kali :')
BalasHapusmakasih ;)
BalasHapus