CERITA UNTUK KOTA
LHOKSEUMAWE
Lhokseumawe, yang dijuluki kota Petro Dolar yang rata-ratanya di tempati berbagai perusahaan negara yang mengolah hasil bumi dan menghasilkan keuntungan, kualitas yang begitu tinggi nilai harganya. dengan banyaknya hutang negara, pasokan hasil bumi pun menipis sehingga nama Petro Dolar pun memudar. beberapa PT di kota lhokseumawe seperti PT.ARUN LNG, PERTAMINA, PIM, ASEAN, KKA hanya memiliki hasil bumi yang akan diolah pun menipis sehingga kebangkrutan pun positif mendekat.
Ya,
sekilas perkenalan dari kota Lhokseumawe yang mana dulu menginjak masa kejayaan
akan kekayaan kota dengan berkumpulnya
berbagai perusahaan milik negara, karena kota Lhokseumawe terdapat hasil
minyak, gas bumi yang melimpah. Kini Kota Lhokseumawe yang dipenuhi banyak
bangunan-bangunan perkantoran atau pembangunan yang lainnya untuk perhiasan
kota ketimbang penanaman pohon hijau yang rindang untuk pernapasan kota.
Sungguh
banyakproyek-proyek,rehabilitasi, dan rencana pembangunan di Kota Lhokseumawe
ini.Sehingga kota lhokseumawe banyak di juluki oleh masyarakat-masyarakat
adalah Kota Debu. Debu, polusi udara yang sangat mengganggu saluran pernapasan
manusia dan mengganggu penglihatan manusia, sehingga banyak debu-debu yang
berterbangan masuk ke mata.
Dengan
cuaca kota Lhokseumawe yang sangat gersang, matahari memamerkan panasnya dengan
enteng, pepohonan di bibir kota pun telah di tebang hanya untuk kepentingan
pelebaran jalan atau membangun sesuatu sangat tidak enak di pandang dan tidak
lazim dirasakan masyarkat untuk keluar rumah.
Bahkan
ada salah satu dari warga berkata, lhokseumawe tidak tau mau dibawa kemana lagi
uangnya sehingga pembangunan sangat banyak di bangun, lalu entah untuk apa
fungsinya, yang penting uang sudah terpakai hanya untuk pembangunan yang tidak
ada fungsinya. Setelah itu hanya di bangun setengah-setengah lalu tak di
kerjakan karena dana telah habis lenyap
entah kemana, banguna itu hanya menjadi tempat sarang setan-setan yang tak
diundang.
Seperti
pembangunan Islamic Centre, hanya dibangun setengah jadi, setelah tidak sanggup
mendanakan pembangunannya lagi, pemerintah Kota Lhokseumawe memberikannya
kepada negara lain untuk meneruskan pembangunan tersebut. Seperti pembangunan
waduk yang ada di pusong, katanya fungsi waduk tersebut untuk menanggulangi
banjir dan sebagainya, ternyata apa yang terjadi. Hujan yang lebat sehingga
banjir datang, lhokseumawe tetap terendam banjir.
Yang ada, waduk itu hanya berfungsi untuk berkumpulnya para maksiaters di malam hari, bau yang menyengat dari waduk membuat polusi sehingga mengganggu indera penciuman masyarakat yang sedang menikmati jalan waduk tersebut. Pemerintah tidak pandai mengolah waduk tersebut. kalaulah pemerintah pintar, waduk tersebut tidak hancur seperti sekarang, tidak untuk tempat maksiat yang terjadi seperti sekarang ini. Dan pastinya kalau waduk itu di olah oleh pmereintah sebagai tempat parawisata, mungkin kota lhokseumawe akan terkenal dengan indahnya waduk sperti itu, tidak di kenal seperti sekarang waduk yang bau.
Demikian juga dengan tempat
wisata ujong blang, yang terkenal dengan pantainya yang tak seindah sekarang.
Dulu tahun kebelakang yan lalu, masyarakat untuk menikmati pantai ujong blang
harus membayar tiket masuk, guna untuk kenyamana n bersama dan ketenangan
bersama. Dengan pantainya yang dulu asri seperti di hawai dan turis mancanegara
yang datang dari berbagai negara untuk
menikmati pantai tersebut.
namun sekarang tak lagi seperti
itu. Pantai ujong blang yang kumuh, kotor, dan gersang, air lautnya pun hampir
menggenangi permukaan darat dan pondok-pondok yanng dibangun di pinggir pantai
yang membuat kotor daerah pinggir laut. Masyarakat yang berjualan di
pondok-pondok tersebut membuang sampah,limbah-limbah dagangan mereka
tersebut ke laut atau bibir pantai.
Ini sangat mengganggu
pemandangan. Sehingga saya masyarakat Lhokseumawe pun merasa malu dengan adanya
tingkah masyarakat lain seperti itu. Malu dengan apendatang yang ingin
bermain-main di kota Lhokseumawe yang pendatang itu sendiri hanya tau, kota
Lhokseumawe iyu dikenal dengan pantainya yang indah, waduk yang asri bila kita
jalan-jalan di sekitar jalan waduk bisa merasakan angin yang sepoi-sepoi, dan
dapat melihat pemandangan indah terbit dan terbenamnya matahari.
Itu
yang hanya mereka tau, dan ternyata setelah pendatang datang ke kota Lhokseumawe
ternyata kebalikannya sehingga ada rasa menyesal di benak pendatang tersebut.
Dan jailnya tangan masyarakat atau adanya iri yang ada di benak masyarakat
tersebut sehingga timbulah kerusakan-kerusakan akibat tangan-tangan jail.
seperti yang terjadi dua tahun yang lalu, rusaknya tong sampah yang ada di
waduk pada saat bulan ramadhan, dan rusaknya pagar-pagar tanaman di pinggir
waduk sehingga walikota turun untuk melihat kondisi tersebut.
Keindahan
kota Lhokseumawe berkurang, dengan makin banyaknya pembangunan di kota
Lhokseumawe makin banyaknya tangan-tangan perusak yang merusak bangunan bahkan
keasrian kota ini. sungguh malang, seandainya kota ini bisa berbicara, dia
hanya berkata, Kembalikan pohonku yang kau tebang, musnahkan pembangunan yang
tak ada gunannya. sungguh sangat gersang kota ini.
Contohnya saja seperti di desa Hagu
Barat Laut, sebelumnya bangunan eks koteks yang dulu dibakar oleh masyarakat
gelap karena hadirnya koteks tersebut melahirkan dan mengundang masyarakat.
lalu pada tahun 2011 digusur dan pondok-pondok rujak disekitar itu juga di
gusur guna pembangunan pelebaran jalan oleh program pemerintah kota, sehingga
masing-masing pemilik pondok tersebut menerima ganti rugi.
Tetapi
hingga sekarang, hanya menimbulkan debu yang mengepul, dengan beralaskan tanah
kuning, yang tak sedap buat di pandang apalagi di hari yang panas. entah untuk
apa fungsinya, setelah digusur tak dibangun apa-apa sehingga seperti tanah
gundul yang gersang. Lalu pedagang dan pemilik pondok rujak kembali membangun
pondok untuk nafkah sehari-hari. Para pedang bilang,”kita hanya menunggu
bagaimana mau mendapatkan sesuap nasi, disinilah mata pencaharian kami. kalau
hanya di beri uang ganti rugi, itu tidak sebanding untuk kehidupan kami
sehari-hari.” begitu kata penjual rujak di pondok-pondok rujak tersebut.
Itu
tadi cerita dipondok rujak, kembali kewaduk. pedagang-pedagang bandel di waduk
pun juga mengalami yang suatu sikap yang sama seperti dinpondok rujak. Ya,
tetapi mereka tidak mematuhi peraraturan pemerintah, di situ jelas-jelas di
pamflet tertera, “di larang berdagang di area ini” tetap saja mereka berjualan.
mereka bilang”pengguna jalan waduk pun pasti memerlukan kami untuk menyantap
berbagai makanan yang kami jual, kalau tidak ada kami pun waduk ini akan sepi
dan menjadi sarang hantu.”
Macam-macam
saja cerita yang didapat di kota Lhokseumawe tercinta ini, Bumi berputar dan
berevolusinya juga Kota Lhokseumawe yang makin maju mundur. setiap negara atau
setiap kota pasti memiliki problema kehidupan. Tetapi kita sebagai masyarakat
jangan mau tinggal diam, mari kita lestarikan kota,negara, bumi kita dari
kehancuran. tingkatkan go green dan save for earth supaya tercapainya impian
kita untuk menetap di negara atau kota yang indah seperti di negara-negara atau
kota-kota lain yang asri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar